Tahukah kalian berapa kali backspace yang gue lakukan hanya untuk membuat kalimat pertama ini? … umm, maaf, gak usah panik dengan pertanyaan tersebut karena pertanyaan itu baru bakal masuk di soal UN tahun 2312. Soal tersebut masih dalam proses uji kelayakan karena jawabannya hingga kini belum ditemukan … *krik* *krik*
Jadi biarlah sementara para dinas pendidikan memikirkan kelayakan soal yang gue buat, gue juga mau cerita soal something yang lagi gue pikirin sekarang. Gak jauh beda sama dinas pendidikan, gue juga dituntut untuk belajar menentukan pilihan terbaik, dan mencoba konsisten sama kontrak. Masih bingung sama apa yang gue tulis? Yah, justru gue heran kalau kalian ngerti …
Jadi ceritanya gini, *Flashback*
Sekitar 2 minggu yang lalu, iseng-iseng gue cerita soal kuliah, soal UGM. Singkatnya, cerita itu berkembang sampai rencana buat liburan jalan-jalan ke UGM di Jogja. Not only Jogja, rencana berkembang untuk lanjut jalan-jalan ke Bandung sekalian liat ITB. Alhasil, gue dan 7 cewek-cewek teman sekelas berhasil memutuskan rencana, waktu, dan perkiraan biaya untuk mengisi liburan UN kita.
Setelah pondasi rencana tersusun, masuklah ke sesi ‘minta duit ke orang tua’ ‘minta izin ke orang tua’. Boleh taruhan, sesi ini pasti sempat jadi sesi mendebarkan bagi setiap peserta yang mau ikut liburan. Apalagi gue. Apa lagi gue ! tapi gue beranikan diri minta izin ke mama papa. Dan hasil pertama, gak dapat izin. Hasil kedua, ditanya kenapa mesti pergi. Hasil ketiga, ditanya kenapa harus bulan april. Hasil terakhir (hasil serangan airmata kampret yang tak tertahankan), gue di izinin tapi dengan syarat dari mama.
‘Boleh pergi, tapi kalau ada satu teman yang nda ikut pergi diantara 8 peserta. Kau nda usah pergi …’ DEAL!
Oke. Jadi sekarang gue udah dapat izin. Izin yang terkesan sangat dipaksakan dan berdasarkan belas kasihan. Hiks. Dan hingga saat tiket pesawat pergi-pulang sudah di pesan, semuanya baik-baik saja. Kita semua sudah bayar uang tiket. Hingga H min 4 hari keberangkatan. Salah satu teman gue, sebut saja namanya Nelly, tiba-tiba gak di izinin sama orang tuanya …
Ehm… Gue mulai agak panik. Tapi sepanik apapun, gue susah untuk mengekspresikannya. Jadi yang bisa gue lakukan adalah menyampaikan resiko yang akan gue hadapi ke teman-teman yang lain. Gue juga mulai mengatur rencana, gimana enaknya gimana biar gue gak usah bohong ke orangtua tapi tetap bisa dapat izin buat pergi. Mmm, gue dapat ide yang lumayan brilian. Malam itu gue jelaskan ke mama papa soal perkembangan rencana liburan gue secara jelas. Ini keren. Ini keren! Banget! Karena mama papa setuju sama semua rencana dan penjelasan yang gue berikan. Setan kampret sempat menggoda untuk gak usah kasih tau mama papa tentang haknya yang kembali berlaku. Hak untuk gak ngeizinin gue buat liburan. Hahaha~ tapi gue berhasil ngelawan setan. Gue pun memberi tahu kalau ada teman satu yang gak jadi ikut. *hening* *hening*… dan nolkoma beberapa detik kemudian terdengar gelak tawa. Mama papa yang ketawa. Mama papa ngetawain gue. Gue bersyukur kalau ternyata gue masih bisa bikin mereka ketawa.
Besoknya gue minta keputusan mama papa. Lewat SMS …
Yah. Intinya. Pada akhirnya. Gue mutusin buat gak ikut. Ini pertamax (re: murni) keputusan gue. Gue yang mau coba menjadi dewasa (yeah pencitraan), nentuin mana prioritas mana enggak, belajar negosiasi, belajar konsisten, peka dan nurut sama orangtua. Yah, lumayan lah banyak yang bisa gue pelajarin, semoga mungkin minimal sebanding sama uang tiket yang papa korbankan buat menunjukkaan rasa sayang dia ke anaknya. Bohong banget kalau gue gak galau sama kejadian ini. Jalan-jalan ke jogja sama teman-teman loooh, kota impian gue dalam waktu dekat kedepan. hiks.
Thankyou. Dan maaf buat teman-teman yang kecewa sekaligus membengkak biaya akomodasinya karena gue gak ikut :)
No comments:
Post a Comment